Rabu, 29 Mei 2013

Tapis

1. Sejarah Tapis Lampung

Kain tapis merupakan salah satu jenis kerajinan tradisional masyarakat Lampung dalam menyelaraskan kehidupannya baik terhadap lingkungannya maupun Sang Pencipta Alam Semesta. Karena itu munculnya kain Tapis ini ditempuh melalui tahap-tahap waktu yang mengarah kepada kesempurnaan teknik tenunnya, maupun cara-cara memberikan ragam hias yang sesuai dengan perkembangan kebudayaan masyarakat.
Menurut Van der Hoop disebutkan bahwa orang Lampung telah menenun kain brokat yang disebut nampan (tampan) dan kain pelepai sejak abad ke-2 Sebelum Masehi. Motif kain ini ialah kait dan kunci (key and rhomboid shape), pohon hayat, dan bangunan yang berisikan roh manusia yang telah meninggal. Juga terdapat motif binatang, matahari, bulan serta bunga melati. Dikenal juga tenun kain tapis yang bertingkat, disulam dengan benang sutera putih yang disebut Kain Tapis Inuh.
Hiasan-hiasan yang terdapat pada kain tenun Lampung juga memiliki unsur-unsur yang sama dengan ragam hias di daerah lain. Hal ini terlihat dari unsur-unsur pengaruh taradisi Neolitikum yang memang banyak ditemukan di Indonesia.
Masuknya agama Islam di Lampung, ternyata juga memperkaya perkembangan kerajinan tapis. Walaupun unsur baru tersebut telah berpengaruh, unsur lama tetap dipertahankan.
Adanya komunikasi dan lalu lintas antar kepulauan Indonesia sangat memungkinkan penduduknya mengembangkan suatu jaringan maritim. Dunia kemaritiman atau disebut dengan zaman bahari sudah mulai berkembang sejak zaman kerajaan Hindu Indonesia dan mencapai kejayaan pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan islam antara tahun 1500 - 1700 .

Sejarah tapis juga didapat dari Muhammad Ridho Pratama Putra (Dido Zulkarnaein). Menurut Muhammad Ridho Pratama Putra,yang melakukan penelitian terhadap Sejarah Tapis Masa Pra-Sejarah, berpendapat bahwa:
Sejarah Tapis Sejak Masa Pra-Sejarah
Sejarah mencatat bahwa masyarakat Lampung telah mengenal tenun Pelepai dan Nampan sejak abad ke-2 SM. (menurut Van der Hoop = sejarawan asal Belanda).
Sejarah juga mencatat bahwa Tapis Lampung telah disebutkan dalam prasasti Raja Balitung (Abad ke-9 M.) sebagai barang yang dihadiahkan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa Tapis sejak jaman dahulu merupakan barang mahal, karena pada dasarnya barang yang dihadiahkan adalah barang yg memiliki nilai-nilai tertentu. Bersamaan pada abad tersebut kain songket telah berkembang di lingkungan Kerajaan Sriwijaya, dimana kain songket telah ada sejak jaman Kerajaan Malayu (Abad ke-5 M).
Penggunaan benang emas dalam budaya tenun Indonesia merupakan hasil kontak dagang dengan bangsa China sebagai penemu benang emas sejak Masa Sebelum Masehi.
Sejarah mencatat pula, bahwa Bangsa Lampung telah melakukan kontak dagang dengan Bangsa China sejak Abad ke-5 M, ketika Kerajaan P'o-Huang (dapat dieja "Bawang" yang berarti Rawa dalam Bahasa Lampung) mengirimkan utusannya ke Negeri China pada Tahun 449 M. dengan membawa Upeti dan 41 jenis barang dari P'o-Huang yang diperdagangkan ke China (kitab Liu Sung Shu, 420-479 M.). Bahkan berdasarkan temuan keramik China masa Dinasti Han (203-220 M), mengindikasikan bahwa perdagangan antara Bangsa Lampung Kuno dengan China telah berlangsung sejak awal Abad Ke-3 M.
Penggunaan benang emas dan kapas dalam tradisi tenun Lampung merupakan kelanjutan dari teradisi menenun sejak jaman Perunggu atau Perundagian (antara 3000 - 1500 SM). Ini dapat dilihat dari ragam motif pada kain-kain tapis kuno, kain inuh dan kain bidak yang bergaya Neolitikum, seperti: pucuk rebung, meander, manusia, pohon hayat, sulur, binatang dll. Yang juga terdapat pada nekara dan bejana perunggu, serta pecahan-pecahan gerabah Neolitikum.
Sebelum mengenal kapas dari bangsa China dan India, masyarakat Lampung seperti juga masyarakat purba lainnya di dunia telah memanfaatkan kulit kayu (kulit kayu tangkil), serat pisang, serat pandan, dll. untuk dipintal menjadi benang sebagai bahan dasar kain tenun.
Untuk masyarakat Lampung, penggunaan benang emas, benang perak dan kaca merupakan kelanjutan dari tradisi prasejarah, dimana pada masa itu masyarakat Lampung purba menghiasi kain tenun mereka dengan menempelkan atau menyulam benda-benda yang dianggap berharga atau memilki kekuatan magis seperti manik-manik, kulit kerang, kepingan logam (perunggu), maupun sulaman benang / serat-serat berwarna terang, hal ini mungkin berkaitan dengan status sosial masyarakat pada masa itu, dimana semakin semarak ragam hias pakaian atau kain tenun tersebut, maka semakin tinggi pula status sosialnya. Sisa-sisa tradisi ini masih dapat kita temui dalam kain tapis kuno, kain inuh, kain bidak, maupun pada tradisi manik-manik Lampung seperti pada lakkai (wadah seserahan, terbuat dari anyaman bambu atau rotan) dan peleppai manik-manik maupun pada benda-benda peniggalan budaya lainnya.
Setelah kontak dagang dengan Bangsa China dan India terjadi, maka mulailah mereka mengenal penggunaan kapas dan menghiasinya dengan barang-barang impor seperti benang emas, benang perak, benang sutera alam, dan kaca. Dan banyak mengalami perkembangan motif seiring dengan perubahan jaman sampai masuknya pengaruh Islam yang sangat besar, dan semakin menambah kekayaan ragam hias dan jenis dari kain tapis Lampung itu sendiri.

Namun kini, dari dua ratusan motif dan jenis kain tapis yang dahulu pernah ada, saat ini tidak lebih dari tiga puluh motif dan jenis saja yang masih dikenal dan diproduksi, bahkan diantaranya kini terancam hilang dan nyaris punah. Hal ini dikarenakan rumitnya pengerjaan dan lamanya waktu proses pembuatan yang dibutuhkan untuk memproduksi satu jenis kain. Mengingat jenis kain ini tidak bisa diproduksi dengan mesin.
Selain dari kurangnya kepedulian masyarakat pada keberadaan tapis-tapis kuno, juga akibat dari perburuan besar-besaran terhadap kain-kain langka tersebut oleh orang-orang asing.
Catatan: 
1. Umumnya kerajaan-kerajaan yang dicatat oleh bangsa China dalam kitab sejarahnya adalah kerajaan-kerajaan besar.
2. Kain peleppai disebut juga kain kapal karena motif utamanya berupa kapal arwah, yang berisikan arwah leluhur (kepercayaan jaman batu), namun baru pada jaman Islam kapal itu dianggap kapal atau bahtera Nabi Nuh, karena dalam Islam tidak mengenal istilah kapal arwah.

2. Jenis Tapis Berdasarkan Asal Daerah
  • Tapis Lampung dari Pesisir
Tapis Inuh
Tapis Cucuk Andak
Tapis Semaka
Tapis Kuning
Tapis Cukkil
Tapis Jinggu

  • Tapis lampung dari Pubian Telu Suku
Tapis Jung Sarat
Tapis Balak
Tapis Laut Linau
Tapis Raja Medal
Tapis Pucuk Rebung
Tapis Cucuk Handak
Tapis Tuho
Tapis Sasap
Tapis Lawok Silung
Tapis Lawok Handak

  • Tapis Lampung dari Sungkai Way Kanan
Tapis Jung Sarat
Tapis Balak
Tapis Pucuk Rebung
Tapis Halom/Gabo
Tapis Kaca
Tapis Kuning
Tapis Lawok Halom
Tapis Tuha
Tapis Raja Medal
Tapis Lawok Silung
  • Tapis Lampung dari Tulang Bawang Mego Pak
Tapis Dewosano
Tapis Limar Sekebar
Tapis Ratu Tulang Bawang
Tapis Bintang Perak
Tapis Limar Tunggal
Tapis Sasab
Tapis Kilap Turki
Tapis Jung Sarat
Tapis Kaco Mato di Lem
Tapis Kibang
Tapis Cukkil
Tapis Cucuk Sutero
  • Tapis Lampung dari Abung Siwo Mego
Tapis Rajo Tunggal
Tapis Lawet Andak
Tapis Lawet Silung
Tapis Lawet Linau
Tapis Jung Sarat
Tapis Raja Medal
Tapis Nyelem di Laut Timbul di Gunung
Tapis Cucuk Andak
Tapis Balak
Tapis Pucuk Rebung
Tapis Cucuk Semako
Tapis Tuho
Tapis Cucuk Agheng
Tapis Gajah Mekhem
Tapis Sasap
Tapis Kuning
Tapis Kaco
Tapis Serdadu Baris

0 komentar:

Posting Komentar